Halaman

27 Juli 2009

Hari Ke-28, Asma ke-28: Al-Hakam

Al-Hakam
Maha Menilai / Menetapkan Hukum (The Judge)
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku (berada) di atas hujah yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik'." (Q.S. Al-An'am[6]:57)

Kehidupan kita diatur oleh hukum dan aturan. Coba bayangkan jika semua di dunia ini tidak ada peraturannya, tentu akan kacau balau, bukan? Semua orang akan berbuat bebas sesuka mereka. Sebagi umat Islam, hukum yang harus kita utamakan adalah hukum Allah SWT yang bersumber dari Al-Quran dan hadits. Allah SWT berhak untuk membuat hukum dan peraturan bagi makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT memiliki nama Al-Hakam.

Izinkan saya menceritakan kisah yang mulia ini. Kisah di saat Rasulullah SAW yang mulia sedang sakit menjelang kematian beliau. Dengan kondisi Rasulullah yang lemas dan demam, beliau memaksakan dirinya menuju Mesjid di mana sahabat-sahabat beliau sedang berdoa dengan sedih.
Sesampainya di Mesjid, Rasulullah SAW yang berjalan sambil dipapah oleh sahabatnya menuju ke tengah-tengah para sahabat. 
Rasulullah SAW berkata, "Apabila ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, majulah dan ambil hak kalian. Apabila ada yang pernah meminjamkan harta kepadaku, majulah dan ambil hak kalian".

Mendengar perkataan Rasulullah SAW, sahabat menangis tersedu-sedu. Tidak ada yang bergerak, hanya ada suara isak tangis.
Sahabat mendekati Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, istirahatlah engkau di rumah. Kami tidak ada yang merasa menghutangi engkau Wahai Kekasih Allah".

Namun Rasulullah SAW berkata dengan suara yang lebih keras, "Apabila ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, majulah dan ambil hak kalian. Apabila ada yang pernah meminjamkan harta kepadaku, majulah dan ambil hak kalian".
Sekali lagi, para sahabat menunduk, bahkan menangis mendengarnya.

Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara, "Yaa Rasulullah, saya akan mengambil hak saya".
Seketika semua sahabat menengok ke belakang, memandang Ukasyah Bin Muhsin.
Sahabat di sekitar Ukasyah memeluk Ukasyah dan berkata, "Wahai Ukasyah, janganlah... cukup Ukasyah, Rasulullah sedang sakit, kasihanilah beliau", bujuk sahabat yang lain.

Namun Rasulullah SAW berkata, "Majulah wahai Ukasyah, katakan kepadaku apa hak yang akan engkau ambil".

Ukasyah pun maju dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pada saat perang Badar terjadi, cambukmu mengenai diriku. Dan sekarang saya akan mengambil hak saya".

Sahabat yang mendengar ucapan Ukasyah semakin erat memeluk Ukasyah dan berusaha membujuknya membatalkan permintaannya, "Wahai Ukasyah, saat itu pastinya Rasulullah tidak sengaja, urungkanlah niatmu".

Dengan tersenyum, Rasulullah SAW meminta seorang sahabat untuk mengambilkan cambuk beliau yang berada di rumah. Setelah Rasululah SAW menerima cambuk, beliau memberikannya kepada Ukasyah sambil berkata, "Ambillah hak engkau, wahai Ukasyah".

Ukasyah menerima cambuk tersebut dan berkata, "Wahai Rasulullah, saat itu tubuhku yang terkena cambukmu adalah punggungku".

Rasulullah SAW dengan tenang memutar tubuhnya dan membelakangi Ukasyah, "Seperti inikah wahai Ukasyah?" tanya Rasulullah. 

Ukasyah menjawab, "Benar Yaa Rasulullah, tapi saat itu tubuhku tidak memakai pakaian".

Seketika itu sahabat menangis, sebagian tak kuasa melihat keadaan itu, Sebagian lagi berkata, "Yaa Ukasyah, Rasulullah sedang demam dan panas. Jika beliau membuka jubahnya beliau akan bertambah sakit, apalagi jika harus menerima cambukan. Ampunilah Rasulullah wahai Ukasyah."

Rasulullah SAW membuka jubahnya yang seketika menunjukkan punggungnya yang putih bersih. Melihat hal itu para sahabat menundukkan kepala serta meneteskan air mata.

Namun, saat sudah berada di dekat punggung Rasulullah SAW dan melihat punggung beliau, Ukasyah langsung memeluk pinggang beliau dan menciumnya. "Yaa Rasululah, sesungguhnya saya sudah mengikhlaskan kejadian itu, saya tidak ada kehendak untuk menuntut balas. Izinkan saya memeluk tubuhmu yang mulia ini."

Kisah Rasulullah SAW tersebut dapat kita teladani untuk selalu menaati hukum Allah. Meskipun Rasulullah SAW sebagai utusan Allah SWT yang suci dan mulia, beliau tetap memegang aturan dari Allah SWT.

Tidak ada komentar: